datatimes.id, Manado – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando memaparkan standar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berkualitas dari aspek tata kelola pemilihan.
Sejumlah poin disampaikannya saat membawakan materi dalam Media Gathering bertajuk ‘Mewujudkan Sukses Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih dan Data Pemilih Berkualitas dalam Pilkada 2024’.
Poin-poin itu yakni, apakah aspek penyelenggaraannya berlangsung secara jujur, adil, bebas dan transparan. Apakah hasil pilkada itu melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang diharapkan atau tidak. Dan apakah Pilkada itu memberikan manfaat atau benefit pada kepentingan kesejahtraan rakyat atau tidak.
Menurut pengamat isu-isu kepemiluan itu, satu standar saja tidak terjawab, maka dapat dipastikan penyelenggaraan Pilkada itu gagal.
“Salah satu tanggungjawab penyelenggara Pemilu dalam menjawab ketiga standar tersebut adalah memastikan Pilkada itu apakah didasarkan pada kedaulatan rakyat atau tidak. UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada, menyebutkan bahwa Pilkada itu merupakan sarana kedaulatan rakyat. Sehingga kewajiban penyelenggara adalah menjaga kedaulatan itu,” jelasnya.
Ia pun mengungkapan, pengalaman pada Pemilu atau Pilkada sebelumnya, banyak pemilih yang kehilangan kedaulatan politik karena buruknya pencatatan pemilih, kurangnya logistik, informasi terbatas, pemilih terintimidasi dan penyalahgunaan suara.
“Pencatatan dan pendataan pemilih harus dilakukan secara hati-hati, serius, profesional dan transparan. Pemilik hak suara yang terlewati dalam proses pencatatan pemilih, akan berpotensi menghilangkan kedaulatan dan hak politik warga negara,” ujar Liando.
“Meski syarat memilih adalah kepemilikan KTP, namun ketidakakuratan dalam pencatatan pemilih akan berdampak pada ketidaktepatan antara jumlah pemilih dengan ketersediaan surat suara. Jika surat suara habis padahal masih ada pemilih yang belum mencoblos, maka saat itulah kedaulatan rakyat sudah dihilangkan,” sambunya.
Dia melanjutkan, terkait kebijakan pindah memilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) terdekat bagi pemilih yang tidak mendapatkan surat suara, kerap tidak efektif karena pemilih tidak mau pindah TPS karena berbagai alasan. “Seperti jarak yang terlalu jauh atau di TPS yang dirujuk juga sudah tidak tersedia surat suara atau TPSnya sudah di tutup,” terangnya.
Oleh karena itu, Liando menegaskan, bahwa proses pencatatan pemilih harus dilakukan dengan cermat. “Pihak Pantarlih harus diawasi, pengawasan harus dilakukan secara berlapis seperti pengawasan melekat oleh KPU, pengawasan fungsional oleh Bawaslu dan pengawasan eksternal oleh pihak media,” katanya.
Dihadapan puluhan kuli tinta, ia pula menyampaikan, bahwa media harus diberikan peran utama dalam proses pengawasan untuk memastikan kedaulatan rakyat tidak dihilangkan dalam penyelenggaraan Pilkada.
“Media harus berperan mengingatkan publik agar aktif mencatatkan namanya dalam daftar pemilih. Keakuratan daftar pemilih akan menjamin adanya legitimasi Pilkada. Legitimasi akan ditentukan oleh tingkat partisipasi pemilih. Jumlah partisipasi pemilih ditentukan oleh keakuratan dalam pencatatan pemilih. Keakuratan pemilih juga akan mencegah adanya sengketa hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK),” tandasnya.
Penulis: Anugrah Pandey