Kabiro Humas dan Protokol ATR/BPN Tegaskan Tidak Ada UU yang Membolehkan Privatisasi Pulau di Indonesia

Tomohon223 Dilihat

datatimes.id, Jakarta – Isu penjualan pulau-pulau kecil di Indonesia kembali mencuat di berbagai situs daring asing dan memicu keprihatinan publik. Menanggapi hal ini, Kepala Biro (Kabiro) Hubungan Masyarakat dan Protokol Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Harison Mocodompis, menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum yang membolehkan privatisasi pulau di Indonesia.

“Landasan hukum untuk privatisasi itu tidak ada. Jadi memprivatisasi pulau secara keseluruhan itu tidak mungkin. Memang tidak ada undang-undangnya yang membolehkan itu,” tegas Harison dalam Dialog Interaktif di Radio Sonora, Kamis (3/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa pemanfaatan pulau kecil dan wilayah pesisir telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016. Dalam kebijakan tersebut, khususnya Pasal 9 ayat (2) hingga (5), diatur bahwa pemanfaatan pulau kecil oleh perorangan atau badan hukum dibatasi maksimal 70% dari total luas pulau.

“Sementara 30% sisanya adalah mandatory, atau wajib disiapkan untuk area publik, konservasi, serta wilayah yang dikuasai negara untuk kepentingan negara,” jelas Harison.

Karena itu, menurutnya, tidak mungkin ada pihak yang dapat menguasai atau memprivatisasi seluruh wilayah sebuah pulau kecil. Hingga saat ini, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang membolehkan hal tersebut.

Ia juga menyoroti bahwa sebagian besar situs yang menampilkan informasi penjualan pulau berasal dari luar negeri, dan keabsahan informasi maupun identitas pihak yang mempostingnya belum dapat diverifikasi.

“Kita harus bijak melihat situasi ini. Situs-situs itu milik luar negeri, dan kita juga tidak tahu apakah yang memposting itu orang Indonesia atau orang asing,” ujar Harison.

Ia mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap klaim kepemilikan atau penjualan pulau yang beredar di internet. Ia juga mendorong semua pihak untuk aktif menjaga kedaulatan wilayah dan kepastian hukum pertanahan di Indonesia.

“Diskusi seperti ini diharapkan bisa memicu keterlibatan aktif instansi terkait dan pemerintah daerah. Fokusnya tidak hanya pada isu penjualan pulau, tetapi juga pada perlindungan hak atas tanah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.

Penulis: Anugrah Pandey